Sejarah Dugderan Tradisi Perayaan Menyambut Bulan Ramadhan Di Semarang

By umsakazi | 2023-03-21 00:00:00

Semarang | 21 Maret 2023 - Dugderan adalah tradisi perayaan menyambut bulan Ramadan yang dilakukan oleh umat Islam di Semarang, Jawa Tengah. Tradisi ini juga menjadi pesta rakyat tahunan bagi masyarakat Semarang.

 

Dugderan awalnya sebagai upaya pemerintah untuk menyamakan awal puasa dan hari raya. Hingga saat ini, tradisi Dugderan masih diselenggarakan setiap tahunnya. Tradisi ini dikatakan sebagai salah satu cara masyarakat untuk mencurahkan rasa rindunya terhadap bulan Ramadan.

 

 

Mengutip dari buku Sejarah Islam Nusantara karya Rizem Aizid,kata 'dugder' sendiri diambil dari bunyi bedug 'dug-dug' dan bunyi meriam yang mengikutinya, yaitu 'der'. Karena itulah upacara penyambutan bulan suci Ramadan tersebut disebut dengan nama Dugderan atau Dhug Der.

 

Tradisi Dugderan sudah dilaksanakan sejak tahun 1881 M. Berdasarkan ceritanya, di zaman dahulu umat Islam selalu memiliki perbedaan pendapat terkait penentuan hari dimulainya puasa Ramadan.

 

Kemudian, Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat memberanikan diri untuk menentukan dimulainya hari puasa Ramadan, yaitu setelah bedug Masjid Agung dan meriam bambu di halaman kabupaten dibunyikan masing-masing sebanyak tiga kali.

 

Sebelum membunyikan bedug dan meriam, akan diadakan upacara di halaman kabupaten terlebih dahulu. Sejak saat itu, umat islam di Semarang tidak lagi berbeda pendapat dan menjadikannya sebagai budaya lokal setempat.

 

Fitri Haryani Nasution dalam buku 70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia menceritakan bahwa perayaan tradisi Dugderan dimulai dengan pemukulan bedug dan ditutup dengan perayaan letusan mercon dan kembang api.

 

Makna bedug dalam tradisi Dugderan digunakan sebagai penanda telah masuk bulan puasa. Sementara itu, suara letusan mercon, dan kembang api bermakna sebagai kebahagiaan di akhir bulan puasa dan datangnya Idul Fitri.

 

Pelaksanaan Tradisi Dugderan

Tradisi dugderan biasanya dilaksanakan sejak pagi hari sampai menjelang senja, yaitu sekitar pukul 8 pagi sampai Magrib. Tradisi Dugderan biasanya diawali dengan digelarnya pasar kaget, yaitu pasar rakyat dan dilanjutkan dengan karnaval, seperti acara warak ngendok yang diikuti oleh arak-arakan mobil.

 

Dalam buku 100 Tradisi Unik Indonesia karya Fatiharifah, tradisi Dugderan memiliki maskot yang ikut diarak ketika festival berlangsung, yaitu Warak Ngendog.

 

Warak Ngendog adalah binatang rekaan bertubuh kambing, berkepala naga, dan bersisik yang terbuat dari kertas warna-warni. Binatang ini juga dilengkapi dengan telur rebus yang disebut sebagai 'endog'.

 

Makna dari maskot Warak Ngendok ini adalah warak yang sedang bertelur. Saat diselenggarakannya tradisi Dugderan yang pertama kali untuk menyambut Ramadan, masyarakat Semarang sedang mengalami krisis pangan dan telur sehingga pada masa itu makanan tersebut menjadi makanan mewah.

 

Setelah dilakukan acara pasar rakyat dan karnaval, akan digelar halaqah tentang pengumuman awal dimulainya puasa dengan ditandai oleh pemukulan bedug. Tradisi ini kemudian diakhiri dengan pembacaan doa bersama-sama.

 

Tradisi Dugderan Sambut Ramadan 2023

Setelah ditiadakan selama tiga tahun karena pandemi Covid-19, kini tradisi Dugderan kembali digelar untuk menyambut datangnya Ramadan 2023.

 

Pasar rakyat tradisi Dugderan telah dibuka sejak 10 Maret 2023 lalu dan akan berakhir sehari sebelum bulan puasa, yakni tanggal 22 Maret 2023. Pasar rakyat Dugderan tahun ini digelar di sekitar Pasar Johar, yaitu di Jalan Ki Nartosabdo.

 

Pada hari Senin 20 Maret 2023, akan digelar pawai yang melibatkan anak-anak yang bersekolah di Kota Semarang.

 

Sementara puncak dari tradisi Dugderan digelar pada hari Selasa, 21 Maret 2023 dengan adanya kirab Dugderan yang dimulai dari Balai Kota Semarang menuju Alun-Alun Masjid Agung Kauman. Tari-tarian, salah satunya Warak Ngendog juga akan ditampilkan di puncak acara.

 

 

#DinusFMInfo

#Sejarah

#Dugderan

COPYRIGHT © 2020 DINUSFM

Back to Top